Selasa, 31 Maret 2020

Melawan Batasan Hati



Aku pernah menulis dalam secarik kertas tentang pengalaman – pengalaman kita tentang perjuangan dan tentang cerita – cerita tentang kita yang terdokumentasikan begitu urut dalam sebuah cerita . Namun , apa daya penaku habis . Habis menulis rententan waktu yang begitu panjang penuh gejolak dan perjuangan . Sesekali aku menulis ulang dengan pena yang sama agar cerita kita indah tak terhapus begitu saja . Namun sayang , waktu telah mengganti mengganti cerita kita yang bersama selama ini . Seolah jari  jemari ini tak bisa menulis kembali rangkaian yang aku tulis untuk mu ini . 
Namun aku masih ingat . Ingatan ini amatlah jelas , masih tentang kita . Meski tinta penaku habis setidaknya aku menceritakan tentang mu di lain – lain waktu . 
Waktu yang menggantikanmu seolah aku tak pernah hiraukan . Waktu demi waktu aku masih mengingat dan menceritakan tentang mu meski ada batasan ruang yang membatasi itu. Namun , tidak apa aku masih kuat berjalan meskipun tanpa mu . Dulu aku ingin sekali menceritakan cerita kita ini bersama terbukukan hingga  terbaca. Namun siapa tahu batasan hati , batas yang membatasi keinginan menulismu kembali. 
Batasan hati yang selalu berkata untuk berhenti kembali ke masa lalu dan menyamakan di masa masa yang akan datang . Batasan hati yang selalu mengatakan berhenti menceritakan ulang meskipun untuk terkenang . Batasan hati yang selalu berkata jangan kembali karena kau sudah berarti . Batasan hati yang selalu menuntumu berhenti membahas kejenuhan waktu yang selalu ku ulang dalam menceritakan tentangmu tentang kenangan kita bersama saat dulu bertemu. Batasan hati juga yang selalu berkata padaku bahwa kau salah telah menceritakannya dulu. Kesalahan dalam menerka cerita menulis kembali seolah ingin tertulis sebagai cerita yang abadi . Batasan hati mempertanyakan dimanakah kamu ? dimanakah janji perjuangan dan narasi kebersamaan yang kau janjikan dulu ? Akankah kau lupa ? Akankah kau tak mengingatnya ? atau kau dengan mudah melupakannya ? CUKUP ! 
Cukup , aku sudahi melawan batasan hati ini . Melawan batasan hati yang telah mengingatkanku untuk tak menulismu kembali . Memang , menulismu adalah sebuah narasi bersama yang aku ingin tulis bersama sama . Memang menceritakanmu adalah sebuah rasa bangga bahwa dulu kita pernah bersama . Tapi aku cukup sadar , sekarang aku siapa . Aku tak pernah ada dan melekat dalam nuranimu , kau tak bersungguh sungguh menulikan cerita ku dalam lembaran kertas dan menulisnya dengan penamu . Aku telah cukupkan melawan batasan hati . Batasan yang telah lama aku pendam dan ternyata melukai . 
Aku melawan batasan hati , sebuah batas yang menolakmu kembali . Aku melawan batasan hati batasan yang selalu mengatakan bahwa aku tak berarti . Sekarang aku tak lagi bersamamu , tak bersama melukis cerita yang kita cita – citakan dulu . Terima kasih kau telah melukis ceritamu , dan maaf kan aku yang dengan terpaksa aku menutup kebersamaan dengan mu . Kebersamaan yang telah menghabiskan tinta penaku . 
Aku melawan batasan hati , batasan – batasan yang ingin mengakhiri ceritamu kembali . Melawan batasan hati aku merelakanmu pergi meskipun dalam suasana yang melukai .

*Bagus Pulunggono*
01/04/2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar